Optimalisasi
Peranan Public Relations (Humas) PT
Newmont untuk Keeftifan Program CSR Perusahaan
Oleh
Fauzan
Raudatul Hayat
Beberapa kasus
yang mencuat ke ranah publik yang
diliput oleh berbagai media massa adalah
perseteruan antara masyarakat sekitar operasional perusahaan dengan pihak perusahaan. Permasalahan
tersebut berupa : perusahaan yang didemo besar-besaran oleh masyarakat sekitar,
penghujatan terhadap perusahaan, bahkan sampai kepada demo yang berujung anarkis.
Bila ditelusuri lebih jauh bahwa salah satu
penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik
perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan.
Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah
tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu, nyaris sedikit
atau bahkan tidak ada keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada
masyarakat. Justru yang banyak terjadi, masyarakat malah termarginalkan di
daerah sendiri[1]. Permasalahan
tersebut tidak akan mungkin terjadi, jika perusahaan bisa menempatkan
masyarakat sekitar perusahaan sebagai bagian dari mitra kerja. Kemudian dari
pada itu, permasalahan yang demikian bisa disiasati dengan mengoptimalkan
fungsi dan peranan dari public relations.
Dinamis, bergerak
cepat, dan selalu berkembang dalam setiap tindakannya adalah kata-kata yang
tepat untuk menggambarkan public
relations di abad 21. Sangatlah tepat bila kita mengatakan bahwa kesempatan
di dunia public relations belum
pernah sebesar kesempatan di abad 21. Semakin banyak organisasi baik berupa
negara, partai politik, aktivis lingkungan, dan lain sebagainya yag menyadari
pentingnya komunikasi. Akibatnya, industri public
relations tumbuh pesat, dan komunikator profesional melihat bahwa pengaruh
mereka meningkat karena semakin banyaknya organisasi yang melihat arti penting
komunikator[2].
Pada dasarnya orang
hanya menganggap tugas public relations
hanyalah sebatas untuk menjaga dan mempertahankan citra dari perusahaan.
Padahal konsep tersebut sangat sempit untuk mendeskripsikan tentang public relations. Menurut Frank Jefkins,
Public relations adalah semua bentuk
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara organisasi
dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang
berlandaskan pada saling pengertian[3].
Pengertian ini memberikan gambaran bahwa public
relations
dalam mencapai tujuannya menggunakan metode manajemen, karena dalam mengejar
suatu tujuan, semua hasil atau tingkat kemajuan yang telah dicapai harus bisa
diukur secara jelas, mengingat public relations merupakan
kegiatan yang nyata. Kenyataan ini dengan jelas menyangkal anggapan keliru yang
mengatakan bahwa public relations merupakan
kegiatan yang astrak[4].
Menurut Cutlip, Center, and Broom mendefinisikan public relations sebagai suatu fungsi
manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat
antara organisasi dengan publik yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan
organisai tersebut[5].
Berdasarkan dua pengertian diatas, maka kita dapat melihat dengan jelas bahwa public relations lebih dari sekedar
membentuk atau mempertahankan citra dari perusahaan. Public relations adalah suatu kegiatan yang terencana serta mampu
membentuk hubungan yang baik dengan publik internal ataupun publik eksternal.
Salah satu bagian dari publik eksternal adalah community relations. Community
relations dapat berupa hubungan dengan masyarakat, lingkungan sekitar, atau
opinion leader dari masyarakat
sekitar.
Salah satu kegiatan yang seharusnya dalam pengawasan public relations adalah CSR (Coorporate Social Responbility). Alasan
yang paling dasar, kenapa public
relations memiliki peranan penting dalam kegiatan CSR adalah, karena public relations mempunyai konsep
manajemen dalam melakukan sebuah kegiatan. Dengan hal itu diharapkan kegiatan
CSR bisa tepat dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain hal itu, public relations memunyai four-step public relations process.
Adapaun four-step public relations
process itu adalah defening public
relations problem, planning and programing, taking action and communicating,
dan evaluating the program. Four-step
public relations process dapat terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar
1.1 Four Step Public Relations Process
Sumber : Profesor.Dr. Neny Yulianita,
M.S Hlm 120
Berdasarkan gambar 1.1 , maka dapat
dilihat bahwa CSR sebagai sebuah program butuh perencanaan yang matang,
sehingga program CSR bisa tepat sasaran. Pada kenyataannya tidak semua
perusahaan sukses melakukan kegiatan CSR. Ada perusahaan yang berhasil
memberikan materi rill kepada masyarkat, akan tetapi pada ruang publik nama
perusahaan gagal menarik simpati. Tujuannya adalah untuk melakukan tanggung
jawab sosial perusahaan, serta memanfaatkan momen tersebut untuk menaikan
citra, tetapi malah “buntung”. Hal ini terjadi karena CSR yang dilakukan di
lapangan tidak didukung oleh konsep dan perencanaan yang matang.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka ada beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah Bagaimana peranan public relations PT Newmont dalam
implementasi kegiatan CSR?; dan Bagaiman cara mengetahui kegiatan yang efektif
untuk kegiatan CSR ?.
Peranan
Public Relations PT Newmont dalam
Implementasi Kegiatan CSR
Dalam
membicarakan CSR sebuah perusahaan, maka public
relations memiliki peranan yang sangat penting, baik secara internal
ataupun eksternal. Tujuan CSR adalah untuk membina hubungan baik dengan pihak
eksternal, salah satunya dengan community
relations. Selain untuk membina hubungan baik dengan community relations, CSR juga bertujuan untuk mendulang popularitas
dan pembentukan citra perusahaan. Ketika sudah berbicara konsep hubungan dengan
pihak internal, eksternal, dan citra, maka bisa dikatakan public relations terlibat di dalamnya, sejak dari fact finding, planning, communicating, hingga evaluation. Jadi ketika kita membicarakan CSR berarti kita juga
membicarakan public relations sebuah
perusahaan, di mana CSR merupakan bagian dari community relations. Karena CSR adalah kegiatan public relations, maka langkah-langkah dalam proses public relations pun mewarnai langkah-langkah CSR[1].
PR sebagai suatu penjembatan antara publik dengan
perusahaan, maka praktisi public
relations dituntut mampu
mendengarkan serta memperhatikan apa yang menjadi keinginan, kritikan dan saran
dari publik untuk perusahaan. Dengan demikian, maka hal-hal yang bisa berefek
negatif terhadap perusahaan bisa diminimalisir. Sebagai contoh, masyarakat
sekitar tidak akan melakukan demo, penghujatan, atau merusak perusahaan, jika
praktisi public relations di suatu peruasahaan itu peka terhadap
situasi. Praktisi public relations tersebut
harus mampu memahami situasi yang akan terjadi ataupun yang telah terjadi.
Kebanyakan perusahaan hari ini, praktisi public
relations officer akan muncul kepermukaan
publik ketika telah terjadi masalah. Sebelum terjadi permasalahn peranan public relations di sebuah perusahan itu menjadi pasif. Inilah
konsep yang keliru dibeberapa perusahaan. Peranan public relations harus dioptimalkan sebaik mungkin baik sebelum
terjadi masalah ataupun setelah terjadi permasalahan.
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses public
relations yang bersifat siklis, maka implementasi program
kegiatan CSR dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut: Pertama,Pengumpulan Fakta. Banyak sekali
terjadi problematika di lingkungan sekitar operasional perusahaan. Misalnya,
masalah tingkat pengangguran yang tinggi, rendahnya SDM lingkungan sekitar,
atau bahkan permasalahan ekonomi yang melilit masyarakat sekitar dan lain
sebagainya. Masyarakat sekitar terkadang harus hidup dalam balutan kemiskinan,
sedangkan kekayaan alam mereka digarap dan dikikis habis-habisan oleh pihak
perusahaan. Masyarakat tidak pernah mendapatkan feed back atas kekayaan alam yang diambil oleh pihak perusahaan.
Dengan demikian praktisi public relations
harus mampu mendengarkan keluhan masyarakat, serta mengumpulkan data-data
secara valid. Dari data-data yang dikumpulkan inilah nantinya praktisi public relations bisa mendefenisikan
atau membuat kegiatan CSR apa yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan sekitar.
Dengan pengumpulan fakta-fakta ini diharapkan kegiatan CSR bisa tepat pada
sasaran. Dalam artian sesuai dengan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekitar
perusahaan.
Kedua, Perencanaan dan Pemrograman. Berdasarkan
data-data yang telah dikumpulkan dari lingkungan sekitar, maka praktisi public relations memikirkan rencana
kegiatan yang akan dilakukan. Berdasarkan data-data di lapangan, mana kegiatan
yang mendesak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Misalnya, salah satu
permasalahan yang terjadi pada masyarakat sekitar operasional perusahaan adalah
permasalahan ekonomi. Beberapa kegiatan yang bisa direncanakan oleh perusahaan
untuk membantu meringankan beban ekonomi masyarakat sekitar adalah memberikan
bantuan materi dalam bentuk beasiswa pendidikan untuk keluarga kurang mampu,
memberikan bantuan sembako pada hari raya keagamaan atau bahkan memberikan
bantuan berupa modal usaha.
Modal usaha yang dimaksud adalah misalnya sebagai contoh,
perusahaan menyalurkan dana untuk kegiatan CSR sebesar Rp 100 Juta. Uang
tersebut lansung diberikan kepada masyarakat sekitar yang bisa disalurkan
melalui perangkat desa atau kecamatan. Kemudian uang tersebut dikelolah oleh
masyarakat dalam bentuk pinjaman modal usaha. Ketika setiap tahun kegiatan ini
bisa dilakukan, maka akan semakin banyak juga masyarakat sekitar yang terbantu
bahkan dengan adanya modal usaha tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru
serta mampu mengatasi permasalahan lain seperti mengurangi angka pengangguran. Jika
kegiatan ini terus dilakukan setiap tahun, maka sangat mungkin CSR meberikan
sumbangsih yang besar dalam pengentasan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Akan
tetapi, kegiatan ini tetap dipantau oleh perusahaan supaya tidak terjadi
penyimpangan dan penyelewengan dari konsep awal yang sudah direncanakan oleh public relations perusahaan.
Ketiga, Aksi dan Komunikasi.
Aspek dari aksi
dan komunikasi inilah yang membedakan kegiatan community relations dalam konteks PR dan bukan PR. Di mana watak PR
ditampilkan lewat kegiatan komunikasi. PR pada dasarnya merupakan proses
komunikasi dua arah yang bertujuan untuk membangun dan menjaga reputasi dan
citra organisasi di mata publiknya. Karena itu, dalam program CSR selalu ada
aspek bagaimana menyusun pesan yang ingin disampaikan kepada komunitas, serta
melalui media apa dan cara bagaimana[2].
Aksi dalam implementasi sebuah kegiatan sama halnya dengan
implementasi kegiatan apa pun. Misalnya, sebuah perusahaan melakukan kegiatan
memberikan bantuan modal usaha untuk masyarakat, maka di sini harus jelas
kategori masyarakat yang bisa mendapatkan pinjaman tersebut, sehingga tidak
menimbulkan kecemburuan diantara sesama masyarakat yang akhirnya bisa
mengundang permasalahan baru. Dari sini tentu adanya proses komunikasi. Proses
komunikasi inilah nantinya yang dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat
tentang program perusahaan, sehingga dengan adanya komunikasi dapat mengurangi
pandangan negatif publik atau masyarakat kepada perusahaan.
Keempat,Evaluasi. Evaluasi merupakan sutau keharusan di akhir sebuah program untuk
mengetahui keefktifan dan efisiensi dari program tersebut. Apakah program yang
dilaksanakan bisa diteruskan, diberhentikan, atau ada beberapa perbaikan.
Evaluasi yang dimaksud bukan hanya sekedar menilai penyelenggaraan
program atau kegiatan belaka. Melainkan juga dievaluasi bagaimana sikap
komunitas terhadap organisasi atau perusahaan, karena bisa jadi dalam program
penyelenggaraan tidak ada koreksi. Akan tetapi, dalam pandangan komunitas
terhadap perusahaan bisa saja ada beberapa yang harus dikoreksi atau
diperbaiki.
Cara mengetahui kegiatan yang
efektif untuk kegiatan CSR
Ada berbagai cara untuk mengetahui kegiatan yang efektif
untuk kegiatan CSR. Akan tetapi, penulis menawarkan sebuah konsep yang belum
banyak dibicarakan di ranah publik serta belum banyak perusahaan yang
menerapkannya. Konsep yang ditawarkan adalah membuat dan mengoptimalkan fungsi
dan peranan Ombudsman atau Ombudswoman. Ombudsman atau Ombudswoman
adalah orang yang ditunjuk oleh perusahaan
sebagai orang perusahaan yang
bertugas untuk mengumpulkan keluhan-keluhan masyarakat mengenai organisasi[3].
Ombudsman atau Ombudswoman bisa diangkat dari orang perusahaan yang sudah pensiun
atau bebas tugas. Pekerjaannya seperti intel, dimana ia tidak dikenal oleh
orang lain sebagai Ombudsman atau Ombudswoman. Oleh karena itu, Ombudsman atau Ombudswoman dipilih dari orang yang sudah tua yang dianggap
emosinya sudah stabil, sehingga jika ia mendengar keluhan atau melihat adanya
perilaku yang tidak menguntungkan perusahaan, Ombudsman atau Ombudswoman
tidak menanggapinya atau meresponnya dengan emosional melainkan secara rasional
atau seobjektif mungkin.
Ombudsman atau Ombudswoman bisa juga
diangkat dari orang yang masih muda. Akan tetapi, Ombudsman atau Ombudswoman
dari kalangan muda ini harus mempunyai berbagai kriteria seperti :
1.
Mempunyai banyak pengalaman
2.
Mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi
3.
Mempunyai backround
pendidikan yang sesuai
Ketiga kriteria itu tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Alangkah baiknya untuk memilih Ombudsman
atau Ombudswoman setidaknya memenuhi
minimal tiga kriteria tersebut. Orang-orang yang berlatar belakang pendidikan
sosial seperti psikologi, komunikasi, dan lain sebagainya sangat cocok untuk
menduduki posisi sebagai Ombudsman
atau Ombudswoman, namun orang-orang
eksak juga tidak menutup kemungkinan bisa menduduki posisi sebagai Ombudsman atau Ombudswoman. Bisa saja orang-orang eksak mempunyai banyak
pengalaman dan kecerdasan emosional yang tingggi. Dengan demikian, kita dapat
berkesimpulan ketiga kategori tersebut ibaratkan mata rantai yang saling
terkait satu dengan yang lainnya.
Dalam pekerjaannya, Ombudsman
atau Ombudswoman harus peka terhadap
lingkungan serta Ombudsman atau Ombudswoman harus dapat melihat, merekam,
mendengar, dan mengumpulkan berbagai opini yang muncul dikalangan publik
perusahaan. Akan tetapi, praktisi public
relations harus berhati-hati dalam
menentukan dan menunjuk Ombudsman
atau Ombudswoman. Ombudsman atau Ombudswoman adalah orang
yang jujur, dapat dipercaya, mempunyai kepekaan emosional yang tinggi, karena
jika Ombudsman atau Ombudswoman mengabaikan pekerjaannya,
maka hal ini dapat berdampak fatal bagi tujuan perusahaan.
Berdasarkan paparan di atas muncul satu pertanyaan besar.
Berapa besar budget yang harus
dikeluarkan perusahaan untuk membayar Ombudsman
atau Ombudswoman ?. Kita tidak bisa
menghindar bahwa untuk menjalankan fungsi dan peranan Ombudsman atau Ombudswoman
butuh biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Akan tetapi,
jawaban atas pertanyaan tersebut sangatlah sederhana. Pengorbanan perusahaan
untuk membiayai biaya operasional Ombudsman
atau Ombudswoman akan setimpal dengan
hasil yang didapat oleh perusahaan seperti, perusahaan akan mendulang reputasi
dan citra yang positif dari publik (salah satunya dari community relations), perusahaan yang memiliki Ombudsman atau Ombudswoman
tentu akan memiliki kredibilitas yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak memiliki Ombudsman atau Ombudswoman. Sebagai contoh hasil dari kegiatan CSR bagi perusahaan yang memiliki Ombudsman atau Ombudswoman tentu akan lebih tepat sasaran, karena data-data yang diperoleh untuk memilih kegiatan CSR tersebut
lansung didapat dari peninjauan riil oleh Ombudsman
atau Ombudswoman dilapangan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat kita tarik beberapa
kesimpulan. Ketika berbicara mengenai CSR, maka hal tersebut tidak bisa
dipisahkan dengan public relations.
Hal ini disebabkan oleh CSR merupakan bagian dari kegiatan community relations yang menjadi salah satu publik eksternal dari public relations. Pada dasarnya CSR
adalah kegiatan public relations,
maka untuk keefektifannya perlu mengikuti konsep dari public relations ( Four Step Public Relations Process). Dengan
adanya konsep Four Step Public Relations
Process diharapkan kegiatan CSR bisa memberikan efek yang saling
menguntungkan, baik dari pihak masyarakat sebagai komunitas ataupun pihak
perusahaan.
Kemudian dari pada itu, konsep baru yang bisa diterapkan
oleh praktisi public relations untuk mengetahui kegiatan CSR yang betul-betul
dibutuhkan masyarakat adalah dengan menunjuk serta mengoptimalkan fungsi dan
peranan Ombudsman atau Ombudswoman. Ombudsman atau Ombudswoman diharapkan mampu mendengar, melihat, merekam
terhadap semua opini publik terhadap perusahaan. Ombudsman atau Ombudswoman
juga diharapkan dapat melihat apa permasalahan yang dialami masyarakat sekitar,
sehingga hal tersebut bisa dilaporkan kepada praktisi public relations. Setelah
itu praktisi public relations bisa mengonsep dan merencanakan program yang
tepat.
Saran
Ada beberapa saran yang
direkomendasikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : Pertama, untuk
perusahan ( PT.Newmont). Perusahaan harus paham tentang konsep community relations. Perusahan harus
bisa beranggapan bahwa komunitas tersebut adalah bagian dan mitra dari
perusahaan. Ketika perusahan sudah mampu membina hubungan baik dengan
komunitas, serta mampu menjawab semua permasalahan masyarakat sekitar melalui
CSR, maka hal-hal yang berdampak negatif terhadap perusahaan bisa
diminimalisir. Seperti, demo, penghujatan, atau perusakan perusahaan oleh
masyarakat sekitar.
Kedua, untuk masyarakat sekitar
operasional perusahaan. Masyarakat harus memiliki sikap terbuka, karena pada
dasarnya sikap terbuka akan menguntungkan setiap pihak. Masyarakat sekitar juga
diharapkan tidak terlalu banyak tuntutan kepada perusahaan, serta masyarakat
diharapkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan perusahaan
seperti, perusakan, penghujatan dan lain sebagainya.
Referensi
Cutlip, Center, and Broom.2006. Effective Public Relations. Jakarta : Kencana Prenada Media
Frank Jefkins. 2003. Public Relations. Jakarta: Erlangga
Prof. Dr. Neni Yulianita, M.S.2010. Dasar-Dasar Public Relations.Bandung: UNISBA
M.Badri.2009. Peranan PR dalam Membangun Citra Perusahaan Melalui Program CSR.
Makalah Kuliah Program Magister Komunikasi Pembangunan IPB Bogor
Anne Gregory.2005. Public Relations dalam Praktik. Jakarta: Erlangga
Biografi
Singkat Penulis
Nama : Fauzan
Raudatul Hayat
Pekerjaan : Mahasiswa Semester 7 Jurusan Ilmu
Komunikasi Konsentrasi Public
Relations ( HUMAS), Fakultas Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung
Relations ( HUMAS), Fakultas Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung
e-mail :
fauzan.raudatul1991@yahoo.com
Facebook :
Zaniel Alano
Twitter : @zaniel_alano
Prestasi
dalam karya tulis
1. Finalis
Tingkat Nasional Lomba Karya Tulis Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara yang diselenggarkan oleh MPR RI ( November 2013)
2. Harapan
tiga dalam lomba karya tulis Otonomi Daerah Nasional ( Provinsi Jawa Barat)
yang diselenggrakan oleh APKASI Isran
Noor ( Juni 2013)
3. Dll
[1] M.Badri.
Peranan PR dalam Membangun Citra
Perusahaan Melalui Program CSR. ( Makalah Kuliah Program Magister
Komunikasi Pembangunan IPB Bogor,2009) Hlm 14
[2] M.Badri.
Peranan PR dalam Membangun Citra
Perusahaan Melalui Program CSR. ( Makalah Kuliah Program Magister
Komunikasi Pembangunan IPB Bogor,2009) Hlm 16
[3] Prof. Dr. Neni
Yulianita, M.S. Dasar-Dasar Public
Relations. ( Bandung: UNISBA,2010) hlm 124
[1] M.Badri.
Peranan PR dalam Membangun Citra
Perusahaan Melalui Program CSR. ( Makalah Kuliah Program Magister
Komunikasi Pembangunan IPB Bogor,2009) Hlm 1
[2] Anne Gregory. Public Relations dalam Praktik. (
Jakarta: Erlangga,2005) hlm 1
[3]Frank Jefkins. Public Relations. (Jakarta:
Erlangga,2003) Hlm 10
[4] M.Badri. Peranan PR dalam Membangun Citra Perusahaan
Melalui Program CSR. ( Makalah Kuliah Program Magister Komunikasi
Pembangunan IPB Bogor,2009) Hlm 2
[5] Cutlip, Center, and
Broom. Effective Public Relations. (
Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006) Hlm 6