Menantang Badai
Oleh
Fauzan Raudatul
Hayat
Ini
adalah sebuah perjuangan hidup yang bakal tercatat disepanjang zaman peradaban
kehidupan. Banyak sekali problematika yang ku hadapi dan banyak juga
paradigma-paradigma yang ingin aku ukir. Cerita-cerita ini bakal menjadi sebuah
prasasti yang bakal abadi yang tak akan lekang oleh waktu, yang tak akan lapuk
oleh hujan. Nama ku adalah Muhammad Kurniawan Ilahi. Aku merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara. Adik ku yang kedua bernama Annisaul Kamilah, dan adik ku
yang paling kecil namanya Muhammad Sholeh.
Akan tetapi, benar kata orang manusia hanya mampu untuk berencana,
meramal dan berprediksi, akan tetapi Tuhan yang menentukan. Adik ku Sholeh
terkena penyakit Syndrom down. Syndrom down adalah suatu penyakit yang
mengalami keterbelakangan mental. Itu merupakan
sebuah tantangan bagi keluarga ku. Banyak tetangga ku yang mengaitkan semua
penyakit adik ku, Sholeh, dengan tahayul-tahayul belaka. Pernah suatu hari
ketika orang tua ku berjualan es cendol di depan kampus IPB Dermaga Bogor
ketika itu aku masih SMP, dan Sholeh selalu menemani bapak ku berjualan di
depan kampus. Ketika itu dengan tidak sengaja Sholeh lari-lari dan tak sengaja
Sholeh menjatuhkan jualan Teteh Elis pencual nasi uduk. Lantas keluar kata-kata
yang tak enak didengar dari mulut Teh Elis.
“
Dasar anak ngak tahu diri, pembawa sial, pantasan saja otakmu itu jongkok sama
kayak gelas cendol jualan bapakmu. Dosa besar apa yang dilakukan kedua orang
tua mu, sehinga kamu harus terlahir?”, kata Teh Elis sambil berkacak pinggang.
Semua
mahasiswa IPB waktu itu terpana dan tercengang mendengar ucapan Teh Elis itu.
Semua mata tertuju padanya seolah-olah dia adalah seorang Putri Indoensia dan
selebritis papan atas yang ramai menjadi buah bibir banyak orang. Rasanya
kata-kata itu mencabik-cabik sanubari ku dan rasanya sanubari ini tembus ke
lobang yang paling dalam yang belum pernah terjelajahi selama ini. Orang tua ku
hanya mengusap dada dan bersabar menerima semua itu. Aku tinggal di Bogor hanya
samapai aku jenjang SMP. Akan tetapi, ketika aku masuk SMA orang tua ku
berhijrah ke kota Bandung, tepatnya di Jatinangor dan tidak jauh dari kampus
Padjajaran. Ketika pindah ke Jatinangor aku sekolah di SMA N 1 Cileunyi Bandung
dan adik perempuan ku, Annisa, sekolah di SMP N 1 Cileunyi. Sementara Sholeh
selalu menemani bapak kemanapun bapak pergi. Karena Sholeh ngak bisa
ditinggalkan sendirian di rumah. Sungguh perjuangan hidup yang sangat sulit
untuk diterka. Poblematika rasanya tak henti-henti jua seolah-olah penuh tanda
tanya bahkan terkadang tak terjawab oleh pikiranku. Roda kehidupan keluargaku ini terus berada di
bawah, entah sampai kapan roda itu berada di bawah?. Aku merasa seolah-olah
hidup ini bagaikan sebuah teka-teki silang yang terkadang sulit untuk diterka.
Kehidupan keluargaku selalu diselimuti dan diselubungi oleh mistis dan misteri
yang sulit untuk diungkapkan. Ketika hidup di Jatinangor ibu ku mengontrak
rumah kecil dan di depannya sengaja ibuku membuka julan nasi uduk. Biasanya
mahasiswa UNPAD sering sarapan pagi di warung ibu ku untuk makan nasi uduk.
Tapi warung ibu ku hanya ramai sampai pertengahan bulan. Kalau sudah mau akhir
bulan warung ibu ku terkadang sepi, karena uang saku mahasiswa di akhir bulan
biasanya sudah menipis. Sementara si bapak menjadi pak ogah di gerbang tol
Cileunyi. Di bawah sinar dan teriknya mentari bapak ku mencari sesuap nasi
untuk menyabung nyawa meskipun saat itu
mentari memuntahkan laharnya. Air keringat yang jatuh ke bumi bakal menjadi
saksi semua perjalan hidup ku ini. Bapak berpanas-panasan mengatur mobil dan
motor di gerbang tol Cileunyi, dengan harapan sopir mobil yang lewat memberi
bapak ku uang sebagai ucapan terima kasih mereka. Penghasilan bapak menjadi Pak
Ogah terkadang tak menentu. Terkadang bapak hanya bawa uang tiga puluh ribu
rupiah, itupun kalau banyak orang yang ngasih dan banyak mobil yang lewat.
Terkadang pernah bapak hanya bawa uang lima belas ribu rupiah saja. Bapak
memang sudah tidak bisa bekerja keras lagi, karena tulang rusuk bapak patah
ketika menjadi buruh bangunan dan terjatuh dari lantai empat sebuah bangunan
lima tahun yang silam.
Ini adalah sebuah perjuangan yang
luar biasa dalam kehidupan ini. Problematika ini bakal ku jadikan sebuah
landasan untuk berpikir lebih dewasa. Ini adalah kehidupan yang penuh dengan
tantangan. Aku bagaikan sedang mengarungi sebuah lautan yang diterpa badai,
dihantam gelombang demi mencapai sebuah pulau idaman. Aku terus mengarungi
samudera mahligai nan suci, meskipun penuh gelombang silih berganti. Aku yakin
semua adalah ujian dalam kehidupan ini. Tuhan semesta alam, bumi ini bakal
melihat semua perjuangan hidup ini dan langit bakal turut andil menjadi saksi
bahwa perjuangan hidup, dialektika kehidupan
ini suatu saat nanti bakal menjadi sebuah untaian syair nan syahdu dan terajut
dalam melodi-melodi nan indah yang bakal menghiasi peradaban kehidupan ku
nanti. Waktu terus bergulir sampai warung nasi ibu ku bangkrut, karena uang
untuk modal terkadang terpakai untuk sekolah ku dengan Annisa dan terkadang
terpakai untuk jajannya Sholeh serta untuk kebutuhan keluarga dan berobat bapak
ke dokter. Setahun sudah keluarga ku hanya bergantung kepada bapak yang bekerja
sebagai Pak Ogah di gerbang tol Cielunyi Bandung. Setelah setahun kebetulan ada
orang yang mau mengajak ibu bekerja di UNPAD sebagai tukang bersih-bersih kebun
dan merawat tanaman kampus UNPAD. Ibu tentu sangat senang karena ada sedikit
tetesan rezeki yang masih diberi Tuhan dan keluargaku sangat membutuhkannya.
Kebutuhan keluarga semakin membengkak dan apalagi aku bercita-cita ingin
menjadi seorang sarjana. Aku ingin kuliah di Hubungan Internasional di
Universitas Padjajaran. Yang menyedihkan secara tidak sengaja waktu itu aku
mendengar omongan bapak dan ibu di kamar.
“
Pak..kumaha nya pak, eta si Iwan cenah mau kuliah di UNPAD. Ibu teh kan teu aya
uang pak, tapi ibu teh juga kasihan sama dia. Kalau cita-citanya ini teh teu
kesampaian pak. Kumaha atuh pak….”, kata ibu sambil mengeluarkan air mata dan
terus memandang bapak. Bapak kelihatan sedang memikirkan sesuatu dan sesekali
bapak mengkerutkan dahinya, dan bapak pun berkata , “ Buk…, dimana ada kemauan
disitu ada jalan. Yang penting teh kita jangan matahin semangat si Iwan. Kita
teh harus dukung buk. Bapak juga ingin merubah nasib keluarga buk……….”, tutur
bapak dengan bahasa sunda sambil mengkerutkan dahinya.
Lama aku mendengar celotehan kedua
orang tua ku, aku lansung masuk kamar dan aku lihat adik ku Annisa dan Sholeh
telah tertidur pulas. Maklum kamar di kontrakan kami di Jatinangor ini hanya
dua kamar. Annisa dengan Sholeh tidur di atas kasur, sementara aku tidur
sendirian di lantai hanya beralaskan tikar yang sudah lusuh. Disaat aku mau
tidur mataku tertatap menuju langit-langit rumah sambil menghitung kayu-kayu
yang melintang di atap rumah ini. Jiwa ku rasanya seolah-olah mati, ragaku
seolah-olah melayang membubung tinggi ke angkasa. Kata-kata ibu sama bapak tadi
membuatku semakin sayang sama bapak dan ibu. Ternyata begitu besar perjuangan
bapak dan ibu. Kata-kata bapak dan ibu yang sempat aku dengar tadi seolah-olah
terbang ke angkasa, membelah cakrawala,
menembus hingga nirwana. Tak kusadari malam itu, air mata ku menetes dengan
syahdu di kedua pipi ini. Angin malam yang semakin dingin menusuk hingga
sum-sum tulangku. Dewi malam bakal menjadi saksi atas air mata yang jatuh
membasahi bumi. Aku merasa bumi mentertawakan ku, bumi seolah-olah bertanya sedang apa diriku
disini?. Tapi aku yakin air mata yang jatuh dengan syahdu ini bukanlah air mata
kebohongan, tapi air mata ini benar-benar jatuh atas luapan emosi yang paling
dalam, jauh di relung hatiku yang terdalam yang belum pernah terjelajahi selama
ini.
Waktu tanpa tersa terus berputar
tepat Juli 2006 aku mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru ( SPMB). Disaat
itu aku mengambil pilihan yang pertama adalah Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, Universtias Padjajaran dan pilihan kedua adalah Ilmu
Komunikasi Universitas Padjajaran. Aku terus berhayal dan bermimpi ingin
menjadi staff dubes RI luar negeri. Aku bukanlah manusia yang suka dengan
banyak planning. Aku yakin dengan
usaha bahwa aku mampu menembus HI UNPAD. Memang kuasa sang illahi yang
paripurna, alhamdulillah aku bersyukur serasa seisi alam semesta juga ikut
bertasbih atas kelulusan ku. Akhirnya SPMB 2006 aku berhasil diterima di HI
UNPAD. Namun perjuangan belum berhenti disana, bapak ku yang masih bekerja
sebagi Pak Ogah tentu tidak mempunyai uang untuk registrasi mahasiswa baru.
Namun benar kata bapak, dimana ada kemauan disitu ada jalan. Kelulusan ku di
UNPAD ternyata di ketahui juga oleh kepala sekolah ku. Waktu aku mengurus
ijazah ke sekolah aku dipanggil keruangan kepsek. Aku duduk di sebuah sofa yang
bagus di dalam ruangan kepsek. Aku sudah tidak kaget lagi atau canggung lagi
untuk masuk keruangan ini, karena aku sudah sering masuk dan dipanggil ke
ruangan ini. Dengan wajah yang santai kepsek membuka omongannya dengan ku.
Sambil berjalan menuju kursi didekatku kepsek berkata, “ Iwan.. pertama kali
bapak teh pengen ngucapin selamat ke kamu karena kamu berhasil lulus SPMB”,
ujar bapak kepsek kepadaku dengan senyuman khas darinya.
“ Hatur nuhun pak…..”, kataku sambil melirik
ke kepsek.
Dengan
pandangan yang tajam kepsek berkata ,” gini wan, bapak teh tahu bagaimana
keadaan kamu teh sekarang. Dan bapak sudah memikirkan hal itu. Dengan sedikit perjuangan alhamdulillah ini ada
rezeki untuk kamu. Bapak rasa eta teh cukup untuk registrasi kamu ke UNPAD”,
kata kepsek sambil menyerahkan amplop ke padaku.
”
Waduh pak hatur nuhun ya pak, abdi teh ngak tahu lagi harus ngomong apa lagi ke
bapak”, kata ku sambil bersalaman dan mencium tangannya.
”
Ya sudah……Teu naon-naon atuh wan, yang penting nanti teh kamu kudu kuliah nya
yang benar ya, tahun 2010 nanti kamu harus sudah keluar dari UNPAD”, tutur
kepsek sambil menepuk pundak ku.
Begitu panjang terjadi tutur kata
antara aku dan kepsek lalu aku berpamitan untuk pulang. Akan tetapi, aku belum
memberi tahu akan uang ini sama bapak dan ibu ku. Tepat di malam hari disaat
kami sedang makan, aku pun berbicara di hadapan Bapak,Ibu, Annisa dan kebetulan
adikku yang kecil sudah tidur karena dia sangat capek sekali karena tadi siang
Sholeh dibawa ibu ke kampus untuk bersih-bersih taman kampus UNPAD.
“
Bu, Pak tahu teu….. Abdi teh punya kejutan untuk ibu, ama bapak kasadayana”,
tutur ku sambil mengambil amplop menuju kamar.
Sambil mengisap rokoknya bapak berkata,“ kejutan
naon wan…..? aya-aya wae kamu”.
Sambil
membuka amplop itu aku lihat ibu ama bapak terkejut melihat uang sebanyak itu.
Uangnya berjumlah sepuluh juta rupiah. Si ibu dengan terkejut sambil memegang
piring berkata ” Woalah Wan……. kamu teh dapat uang sebanyak ini dari mana, kamu
nyopet wan?”, kata ibu dengan muka yang pucat.
“ Bu……………Tenang dulu……….Ini teh bapak kepala
sekolah abdi yang ngasih. Kata si bapak teh cenah, ini teh untuk registrasi ke
UNPAD, jadi bapak sama ibuk teh teu usah mikirin uang gimana cara nya abdi
registrasi ke UNPAD”, imbuhku sambil menenangkan ibu sama bapak.
”
Alhamdulillah atuh wan, bapak teh teu nyangka bakal ada rezeki seperti ini,
semoga kebaikan nya dibalas dengan pahala ya”, tutur bapak sambil mengeluarkan
air mata, begitu juga aku lihat ibu yang menangis sambil memeluk aku.
Malam itu semua rasa bercampur jadi
satu. Sedih,haru dan senang semua rasa tergumpal menjadi sebongkah rasa yang
tak mampu ku ucapkan lewat kata-kata. Namun pujian dan tasbih untuk sang
pencipta jagat raya tak henti-henti keluar dari mulut ini. Dengan rahmat ini
aku merasa orang yang paling bahagia. Dulu sebelum mendapatkan semua ini aku
bagaikan sebuah Mesir yang kehilangan Sungai Nil. Mesir dan Sungai Nil adalah
sepasang peradaban yang tak bisa dipisahkan. Tanpa Sungai Nil, Mesir terasa
hampa. Akan tetapi, sekarang aku telah mendapatkan kembali Sungai Nil ku
kembali. Mesir tak lagi merasakan kesepian. Sekarang jiwaku terasa kuat penuh dengan tumpukan
berjuta energi.
Ketika semester satu di UNPAD aku
berani berunjuk gigi di jurusan HI dengan pembuktian IP ku 3,84. Sebuah nilai
dan kerja keras yang luar biasa. Disaat itulah aku bertemu dengan seorang
perempuan cantik jelita, tatapan dan wajahnya menembus jauh ke dalam sukmaku.
Di balik senyumannya tersimpan berjuta harapan. Dia adalah Zaski Amelia Putri.
Dia juga merupakan mahasiswa HI seangkatan denganku. Akan tetapi, dia adalah
anak dari Rektor Universitas Padjajaran. Zaski begitu panggilan akrabnya dan menurut ku dia punya kepribadian yang bagus
dan baik. Tutur bahasanya begitu syahdu dan selalu membuatku merasa nyaman
ketika bersamanya. Tapi aku mengubur rasa ini dalam-dalam jauh kelubuk hatiku
yang paling dalam yang tak akan pernah terjamah oleh siapapun. Zaski tahu
bagaimana kehidupan ku, akan tetapi Zaski belum pernah ku ajak kerumah ku dan
Zaski juga belum pernah kenal dengan anggota keluargaku. Aku merasa tidak
sepadan dengan dia makanya aku tidak mengenalkan Zaski ke keluargaku. Zaski sudah menjadi sahabat yang paling dekat
denganku. Diantara teman yang lain, Zaski adalah teman yang paling dekat
denganku. Ibarat kata-kata di Jatinagor cintaku bersemi, namun aku tak berani mengungkapkan rasaku pada
Zaski. Aku takut Zaski bakal salah menterjemahkan semua ini dan aku juga tak mau
hubungan persahabatan ini bakalan hancur dan sirna ditelan bumi. Aku membiarkan
rasa itu mengalir dengan sendirinya, tapi hati ini tak dapat berbohong.
Kedekatanku dengan Zaski terus
semakin memuncak. Aku tak dapat lagi membendung semua rasa ini kepada Zaski.
Tapi aku juga harus sadar diri, diriku dan dirinya sudah sangat berbeda jauh
status. Tapi apa boleh buat aku sekarang tengah dimabuk candu asmara. Setiap
mau tidur Zaski menari-nari diatas pelupuk mataku. Disaat itu aku mencoba
menghilangkannya dengan membaca ayat suci al-quran, akan tetapi bayangan zaski
semakin menari-nari di atas ayat yang aku baca. Aku tak tahu apa yang ku alami,
namun benih-benih cinta ini masih bisa ku sembunyikan dari Zaski. Namun pernah
suatu hari Zaski melemparkan sesuatu pertanyaan kepadaku. Sambil berjalan dari
FISIP menuju FKG Zaski berkata, ” Wan…. aku boleh nanya ngak”, kata Zaski
sedikit ragu.
“
Waduh Zas…….. Kamu kayak siapa aja, biasa nya juga juga sering nanya.
Seolah-olah kamu kayak baru kenal aja dengan aku”, kataku sambil terus
berjalan.
“
Kamu kok aku lihat belum punya pacar ya Wan…. Perempuan idaman kamu seperti apa
seh Wan….?”, tutur Zaski sambil memandangku. Aku sempat kaget dengan semua itu,
biasanya Zaski tak pernah bertanya tentang hal-hal yang sudah menjurus kepada
perasaan. Aku sempat tertegun sebentar dan aku terus kembali berjalan.
“
Ya yang penting dia baik, tidak berlebihan dan
yang penting kalau dia sayang sama aku dia juga harus sayang sama
keluargaku dan yang terpenting lagi akhlaknya baik. Eh ya udahlah ngak usah
bahas-bahas itu, aku jadi ngak enak aja”, tutur ku supaya Zaski tidak bertanya
terlalu jauh.
Batin
ku semakin tersiksa ketika Zaski bertanya seperti itu, karena rasanya ingin
sekali mengungkapkan rasa cinta ini kepadanya, tapi terkadang banyak hal yang
harus aku pikirkan. Apalagi kalau Zaski dekat dengan pria lain, rasanya cemburu
ini begitu mendalam. Rasanya hatiku ini serasa disobek-sobek dan diiris-iris.
Terkadang cinta ini telah membutakan hati ku. Padahal Zaski bukanlah siapa-siapaku,
tapi kenapa cemburu ini begitu dalam dan buta ketika aku melihat Zaski dengan
pria lain. Tak kuat batin ini rasanya
menaggung beban semua ini, namun aku tetap berpikir secara rasional. Aku tak mau berpikir dengan
egoku, karena ego tiu cuma bersifat sementara. Aku tak mau ada hati yang
tersakiti jika aku mengungkapkan rasa cinta ini kepada Zaski. Apalagi aku
sempat mendengar rumor kalau anak Dekan Fakultas Komunikasi UNPAD menyukai dan
mencintai Zaski, tapi Zaski belum memberikan jawaban pasti.
Prestasi akademik ku semakin berani
unjuk gigi. Pada semester dua, tiga dan empat IP ku mencapai sempurna yaitu
4,00. Sehingga dengan semua itu aku selalu dapat beasiswa dan tak ada juga
dosen yang tak kenal dengan aku. Teman-teman di FISIP dan dosen di FISIP banyak
yang kenal dengan seorang M. Kurniawan Ilahi. Meskipun ibu ku sebagai tukang
bersih-bersih kebun di kampus UNPAD dan bapak cuma sebagai Pak Ogah
alhamdulillah aku bisa membalas semua tetesan keringatnya dengan persembahan
nilai yang sangat bagus. Namun ada suatu rezeki yang tak terduga. Ada teman
kenalan bapak yang bekerja di UNPAD katanya rektor UNPAD sedang mencari
seseorang untuk sopir pribadi. Kebetulan bapak memang bisa nyetir mobil dan
karena tidak mau menyia-nyiakan semua kesempatan itu bapak lansung aja
mengambil kesempatan untuk menjadi sopir pribadi rektor UNPAD.
Akhirnya roda kehidupan ekonomi mulai berputar ke arah yang lebih baik.
Dialektika kehidupan tampaknya sudah mengali proses editing. Bapak sekarang
sudah punya pengahsilan yang menetap sebagai sopir rektor UNPAD, akan tetapi
Zaski dan pak rektor tak pernah tahu kalau anak dari sopir pribadi rektor itu
adalah aku. Tapi aku tidak pernah mengingkari kalau bapak dan ibu adalah orang
tua ku. Aku bukanlah malin kundang zaman modern, walau apapun pekerjaan orang
tua ku mereka tetap orang tua ku yang telah berjasa dalam perjalanan ku dalam
membangun sebuah peradaban dalam sendi-sendi kehidupan. Pernah suatu kejadian,
ketika itu aku mempunyai sebuah urusan dengan dosen ku di kampus UNPAD Dipatiukur.
Kebetulan aku dan Zaski hanya janjian bertemu di kampus UNPAD Dipatiukur.
Setelah selesai urusan, Zaski malah mengajak ku makan, karena papanya mau
ngajak makan siang diluar.
“
Wan..papaku mau makan siang di luar neh….., kamu ikut ya…..Pliss ikut ya Wan”,
kata Zaski dengan wajah memelas kepadaku.
“
Ah Zas ngak enak aku nya sama papa kamu, kamu aja deh!!!. Aku masih kenyang
Zas……..”, kata ku menolak.
“
Wan kalau kamu ngak mau berarti kamu ngak suka dengan ajakan aku, berati juga
kamu ngak menghargai aku dong. Ayuk…ikut yuk….”, tutur Zaski.
Akhirnya
aku ikut aja dengan ajakan Zaski, karena aku merasa ngak enak juga menolak
tawaran Zaski. Tapi, di depan parkiran mobil khusus rektor aku lihat bapak
sedang duduk di pinggir mobil, sementara pak rektor aku lihat sedang memegang
telepon genggamnya. Kemudian Zaski lansung bersalaman dengan papanya dan tak ku
sangka ternyata Zaski juga bersalaman dengan bapak ku dan mencium tangannya.
Sungguh kepribadian yang luar biasa bagiku, lantas aku juga bersalaman dengan
pak rektor dan juga bapakku. Selama dalam perjalanan menuju Bandung Indah Plaza tak ada satu
katapun terucap dari bibir ku begitu juga bapak. Aku lihat bapak konsentrasi
menyetir mobilnya. Namun tiba-tiba pak
rektor bertanya kepada ku.
“
Nama kamu siapa?....Kuliah di UNPADjuga?”, kata pak rektor singkat.
“
Nama saya Iwan pak. ia pak saya kuliah di UNPAD juga, temen satu kelas Zaski
pak”, tutur ku sedikit gugup.
“
Orang tua mu kerja dimana?”, tanyanya lagi padaku.
“
Hmm….Orang tua saya……..Kalau ibu saya sebagai tukang kebun dan bapak sebagai
sopir pak”, imbuhku dengan wajah yang sedikit merah.
Aku
berpikir akan ada lagi pertanyaan yang lain dari pak rektor. Ternyata
percakapan berakhir sampai disana saja. Tak lama akhirnya kami sampai di
Bandung Indah Plaza. Zaski lansung saja menuju lantai tiga dan pak rektor pun
berbicara pada bapakku.
“
Ayuk pak sekalian bapak keatas sekalian ya….Kita makan siang dulu. Perjalanan
kita nanti habis Zuhur mau ke Depok lho pak!!!”, ucap pak rektor kepada bapak.
“
Hmm……iya pak”, imbuh bapak singkat sambil melirik kepadaku dengan sedikit
gagap.
Disana
aku melihat ternyata bapak diperlakukan dengan sangat terhormat sekali oleh
keluarganya Zaski. Bapak sepertinya sudah tidak dianggap seperti sopir, tapi
sudah menjadi bagian dari keluarganya. Ternyata Zaski dan keluarganya bukan
baik dari luarnya saja, tapi di dalamnya jauh lebih baik dari apa yang aku
lihat. Banyak kebaikan keluarga Zaski yang tak terlihat oleh kasat mata.
Sesampai di tempat makan Zaski menawarkan mau pesan makanan apa. Akan tetapi,
aku hanya menjawab sama kan saja apa yang dipesan oleh Zaski.
“
Pak Imron mau pesan apa?”, kata papanya Zaski ke pada bapakku.
“
Yang murah aja pak”, tutur bapak singkat.
“
Eh..kenapa gituh pak… selagi ada kesempatan gini lho pak. Pak Imron kayak orang
lain aja. Ya udah Pak Imron pesan gurame bakar manis aja ya”, imbuh pak rektor
sambil melihat daftar menu dan harganya aku lihat gurame bakar adalah empat
puluh ribu rupiah.
“
Pelayan…….gurame bakar nya dua ya satu untuk saya dan satu lagi untuk bapak
ini”, kata pak rektor kepada pelayan.
Begitu disaat suasana makan, bapak
hanya meminta teh manis dan aku lihat makanan ini terlalu mewah untuk aku
santap begitu juga bapak. Biasanya kami tak pernah melihat makanan semewah itu,
karena banyak hal yang lebih dibutuhkan. Aku tak menyangka akan makan di tempat
semahal ini. Aku makan dengan sedikit malu-malu. Perasaan merasakan kurang
pantes berada di meja itu. Aku sempat berkata dalam hatiku masak anak sopir dan
tukang kebun mengenal makanan enak. Biasanya tiap pagi aku dan adik-adikku
hanya kenal dengan nasi uduk tak lebih dari itu. Aku lihat juga bapak yang
makan dengan sedikit berbasa-basi. Karena meskipun kami tak pernah
makan-makanan yang mewah itu kami juga perlu menjaga image didepan Zaski dan papanya supaya tidak terlihat sekali
seperti orang kampungan yang belum pernah makan-makan mewah.
Disaat makan suasana ku sudah tak
karuan lagi, aku menahan semua air mataku agar tak tumpah. Aku merasa sedih
melihat bapak. Begitu keras perjuangan bapak untuk membiayai aku dan keluarga.
Rasanya disaat itu aku ingin sekali memeluk bapak, tapi aku merasa kalau hal
itu ku lakukan takutnya nanti bakal merusak suasana makan. Sehabis makan bapak
berkata kepada papanya Zaski, “ Pak saya duluan ke bawah pak….., saya tunggu
bapak di mobil aja”, kata bapak sambil berpamitan.
“
Oh ya sudah pak….., Ngak papa kok”, ucap pak rektor dengan sedikit senyum
ketulusan kepada bapak.
Sehabis
acara makan aku minta berpisah disana saja dengan Zaski dan papanya. Aku bilang
ada urusan mendadak. Akhirnya aku dan Zaski berpisah di lantai dasar mall itu. Akhirnya aku pulang ke rumah
dengan naik angkot. Sesampainya di malam hari bapak menanyakan semua kejadian
tadi siang kepadaku.
“
Wan.. bapak mau ngomong sesuatu sama kamu”, ujar bapak kepadaku sambil menuju
teras rumah dan membawa secangkir kopi. Aku melihat ada keseriusan di wajah bapak.
“
Iya…. Pak bapak teh mau ngomong naon pak?”, ujarku singkat sambil melirik ke
wajah bapak.
“
Ada hubungan apa kamu dengan anak pak rektor?. Apa kamu menjalin hubungan cinta
dengan dia?”, tanya bapak kepadaku dengan wajah yang penasaran.
“
Nggak pak…. Teu aya hubungan apa-apa atuh pak. Zaski hanya teman biasa nya Iwan
pak……..!!”, balasku dengan sedikit gugup.
”
Wan bapak tidak melarangmu untuk berpacaran,tapi kan kamu tahu neng Zaski itu
dari keluarga mana Wan, sementara kamu…..?. Ibu mu cuma tukang kebun dan bapak
mu cuma seorang supir pribadi. Kita teh berbeda level Wan…..Kamu harus tahu hal
itu nak. Ngak akan mungkin cinta kamu itu bersatu nak…..Bapak tahu dari sorot
mata kalian ada rona-rona dan benih-benih cinta yang mulai kalian semaikan.
Dari cara kalian bertatapan saat makan tadi bapak udah ngak bisa dibohongi
lagi. Kamu harus berpikir dengan dengan rasional mu nak…….., jangan kamu teh
berpikir menggunakan ego mu”, kata bapak panjang lebar.
Aku
hanya tertunduk terdiam tanpa kata-kata. Mulutku ini hanya bungkam tak mampu
untuk berucap walau hanya sepatah katapun. Kemudian bapak meninggalkan ku
sendirian di teras rumah. Dan aku masih memikirkan semua kata-kata bapak yang
terlontarkan kepadaku. Memang hatiku tak bisa munafik, aku memang terlanjur mencintai
Zaski. Namun apakah perbedaan kasta diantara aku dan dia haruskah cinta suci
ini yang menjadi korban?. Aku tak tahu lagi apa yang hendak aku lakukan.
Gerhana meliputi segalanya. Tiada lagi sinaran cahaya. Sebuah keinginan tanpa
sebuah kepastian. Tak mampu rasanya ku teruskan semua ini. Biarlah kurelakan
semuanya, namun dalam hidupku ada sebuah tanda tanya. Entah mengapa hal ini
terjadi?. Biarpun tak mampu ku untuk bertahan akan tetapi , Zaski bakal menjadi
orang yang paling berharga dalam relung hati ini sehingga perasaan ini terbawa
dan diterpa gelombang asmara sampai acara wisuda sarjana. Mungkin semua yang
disembunyikan selama ini bakal terbongkar. Seperti rutinitas biasanya bapak
menjemput pak rektor beserta istrinya dan Zaski untuk menghadiri wisuda
sarjana. Semua orang berkumpul dari berbagai jurusan untuk wisuda sarjana. Ibu,
adik ku Annisa dan Sholeh juga menghadiri hari yang paling bersejarah itu.
Namun bapak datang setelah menjemput keluarga pak rektor. Waktu itu ada sebuah
sambutan oleh rektor UNPAD yang masih terngiang-ngiang di telinga ini.
Beginilah sambutan yang masih tergiang di telingaku pada Agustus 2010.
“ Hadirin yang berbahagia. Terima
kasih atas kehadirannya. Saya selaku Rektor Universitas Padjajaran merasa
bangga dengan mahasiswa yang akan diwisuda tahun ini. Semoga tamat dan keluar
dari UNPAD ini lansung bisa mendapat pekerjaan, meskipun sekarang ini
perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan semakin sempit, tapi saya yakin
mahasiswa yang sudah sarjana ini bakal bisa mendapatkan pekerjaan yang dihati.
Amin…..
Hadirin yang berbahagia satu yang
membuat saya bangga tahun ini. Mahasiswa Hubungan Internasional dari FISIP
dapat beasiswa S2 di Paris sekaligus diterima bekerja sebagai staff dubes RI di
Prancis. Untuk saat ini dia berhasil mempunyai IPK tertinggi diantara semua
mahasiswa UNPAD yaitu dengan IPK 3,98 dia berhasil lulus dengan nilai coumlaude. Untuk itu mari kita sambut
untuk mendampingi saya……Muhammad Kurniawan Ilahi”, ucap pak rektor dengan suara
yang bersih dan jernih.
Riuh
tepuk tangan saat itu membuatku tak mampu berucap apa-apa lagi. Memang waktu
itu aku mengajukan beasiswa S2 ke Paris dan alhamdulillah impianku untuk menjadi staff dubes bisa
tercapai sambil kuliah pascasarjana di negara tersebut. Aku lansung bersalaman dengan
pak rektor yang memberikan ucapan selamat kepadaku.
“ Untuk orang tua dari anak kita silahkan naik
ke atas panggung untuk mendampingi anaknya”, pinta pak rektor.
Disaat itu seorang sopir pribadi
dari seorang rektor Universitas Padjajaran maju ke depan dengan langkah yang
tegap. Sesampai di atas panggung aku lansung memeluk bapakku. Anak tukang
kebun dan sopir jadi sarjana. Tetesan
air mata mengalir dengan deras di pipi ini. Waktu itu semua hadirin juga terharu
meneteskan air mata atas semua ini. Aku melihat waktu itu sudah seperti
sinetron saja, tapi ini memang sebuah kenyataan. Aku melihat dari kejauhan ibu
dan adikku juga mengeluarkan air mata. Ya Tuhan sang penguasa alam ini,
terimaka kasih atas terjamahnya doaku ini. Aku merasa seluruh isi alam waktu
itu ikut bertasbih memuji atas karunia sang penguasa alam semesta.
Kontan waktu itu pak rektor, Zaski
dan keluarganya tersentak kaget. Ternyata orang yang menjadi pemenang di akhir
tahun di UNPAD itu adalah anak seorang sopir dan tukang kebun di UNPAD. Kontan
saja dengan sedikit kaget pak rektor memberikan selamat kepada bapak. Namun aku
melihat tak ada satu katapun yang
terucap dari pak rektor kepada bapak. Sehabis acara semua orang berfoto-foto
dengan para anggota keluarga, namun karena aku tidak mempunyai kamera , aku
hanya menumpang pada temanku untuk difotokan. Tak lama kemudian datang pak
rektor dan keluarganya menghampiri aku dan keluargaku.
“
Maafkan saya pak yang selama ini tidak pernah memberi tahu bapak kalau anak
saya juga kuliah di UNPAD dan temen dari neng Zaski pak”, ujar bapak kontan.
“
Pak Imron kenapa harus minta maaf sama saya, saya malah bangga sama bapak.
Ternyata dunia itu begitu sempit ya pak…… Kenapa selama ini saya tidak
menyadari akan hal itu ya. Orang yang selalu menemani saya selama ini ternyata
anaknnya adalah seorang bintang yang luar biasa. Saya kagum melihat perjuangan
dari pak Imron dan keluarga. Meskipun sebagai sopir dan tukang kebun di UNPAD
ini, bapak bisa mensarjanakan seorang anak. Saya merasa bangga sekali dengan
semua itu”, tutur pak rektor kepada bapak ku.
“
Oh ya Wan….. Selamat ya atas perjuangan mu selama ini, kapan rencananya
berangkat ke Paris?”, Tanya pak rektor sambil menjabat tanganku.
“
Ke Parisnya dua minggu lagi, paspor nya sedang
dalam proses pak dan menunggu ijazah dulu”, kata ku dengan senyum kepada
pak rektor. Aku melirik ke Zaski dan batin ku rasanya berkecamuk. Apakah aku
harus rela mengikhlaskan Zaski menjadi milik orang lain. Aku sudah terlanjur
mencintai Zaski. Terlalu sayang jika cinta ini harus pupus dan kandas di telan
bumi, hancur berkeping di tengah peradaban cinta. Akan tetapi, perkataan bapak
masih terngiang-ngiang di telingaku ini. Akhirnya aku buang muka supaya Zaski
paham maksud ku, namun Zaski malah meneteskan air mata.
“Zaski
maafkan aku Zas….. Aku tak bermaksud menyakiti perasaanmu. Kamu adalah
perempuan yang paling berharga dalam hidupku ini, tapi terlalu dalam jurang
diantara kita”, kataku dalam hati sambil pergi meninggalkan Zaski.
Dua hari setelah wisuda aku ke
fakultas mengurus keberangkatanku ke Paris sambil memohon agar dipercepat
ijazah ku dan secera kebetulan juga waktu itu aku bertemu Zaski namun aku coba
untuk menghindar akan tetapi, Zaski malah mendekati ku.
“
Wan.. kenapa kamu semakin jauh dari aku, apakah ada salah yang pernah aku
lakukan yang telah melukai hatimu, sehingga kamu tak mau lagi bicara dengan
ku?. Apakah terlalu berat masalah itu untuk kamu maafkan?”, kata Zaski dan air
matanya menetes di pipinya karena sudah tak terbendung lagi.
“
Kamu ngak bakalan tahu Zas…., Ini masalah hati yang tak akan pernah dipahami
orang lain”, kata ku dengan suara yang parau.
“
Tapi kenapa aku yang jadi sasaran ini, kamu sudah aku anggap teman paling baik
bahkan lebih dari itu, namun kenapa kamu malah menjauh dari aku wan….?. Aku tuh
sedih Wan jadinya…….”, kata Zaski menagis.
“
Ini karena aku cinta samu kamu Zaski”, tuturku singkat.
“
Ternyata benar selama ini Wan, cintaku tak bertepuk sebelah tangan, telah lama
aku memendam rasa sama kamu Wan. Aku sayang dan cinta sama kamu Wan”, imbuhnya
sambil melihat aku.
“
Sudahlah Zas biarkan cinta itu hidup dalam diri kita masing-masing. Biarkan dia
hilang dan sirna dengan sendirinya. Jurang pemisah diantara kita terlalu dalam
Zas. Kamu adalah seorang anak rektor UNPAD orang nomor satu di Padjajaran,
masak pacaran sama anak tukang kebun UNPAD dan sopir pribadi rektor. Mau kamu
tarok di mana harkat dan martabat keluarga kamu Zas…?”, kata ku sambil berdiri
dan hendak meninggalkan Zaski, namun Zaski memegang tanganku dan berkata ” Wan
aku sama keluargaku tak pernah menilai orang dari status sosial. Keluargaku
bukan seperti itu…... Wan aku cinta kamu Wan…”, kata Zaski sambil bersimpuh di
kakiku. Untung saja di tempat itu tidak banyak orang dan sepi.
“
Iya Zas aku cinta sama kamu”, kataku singkat sambil memapah Zaski untuk
berdiri. Spontan waktu itu Zaski lansung memeluk ku, namun aku lansung
tersentak.
“
Zas maaf kita belum mukhrim ngak enak dilihat orang”, kata ku sambil melepaskan
pelukan itu.
“
Oh iya maaf aku terlalu senang Wan”, katanya sambil melepaskan pelukan itu.
“
Wan aku mau ngomong ke papa agar hubungan kita mendapat restu dan aku ingin
ikut kamu ke Paris. Aku juga ingin melanjutkan pascasarjana disana”, tutur
Zaski sambil mengajak ku jalan menuju kafe.
Aku
hanya bisa mengangguk saja. Waktu ku hanya tingal satu minggu lagi untuk
keberangkatanku ke Paris. Ternyata tepat malam Senin pak rektor datang ke
kontrakan kami yang kecil dengan keluarga kecilnya termasuk di dalamnnya Zaski.
Karena ruangan kami yang kecil pak rektor tak sungkan-sungkan duduk di lantai.
“
Begini Pak Imron kedatangan saya kesini ada suatu maksud dan tujuan. Saya telah
mengetahui hubungan asmara antara Zaski dan Iwan. Saya harap kita sebagai orang
tua mendukung apa yang menjadi keinginan mereka. Dan renacana saya, sebelum
Iwan berangkat ke Paris bagaimana mereka kita nikahkan saja pak, dan supaya
mereka bisa pergi ke Paris berdua”, ujar papanya Zaski.
Itu
membuat bapak dan ibu ku terkejut, “ tapi pak…”, kata bapakku terbata.
”
Masalah biaya biar saya yang ngatur dan kehidupan bapak sekeluarga nanti bakal
menjadi tanggung jawab saya. Jadi Iwan nantinya tak perlu pusing bagaimana
kehidupan bapak disini. Saya telah memberikah hadiah sebuah rumah kepada bapak
di kompleks Bumi Harapan dan bapak ngak perlu khawatir untuk semuanya”, ucap
pak rektor.
Ramah
tamah begitu berlansung lama. Sungguh keakraban yang ikhlas terpancarkan dari
dua buah keluarga. Keluargaku hanya mampu untuk mengucapkan terima kasih kepada
keluarganya Zaski. Dan memang tiga hari sebelum keberangkatan ku ke Paris acara
pesta pernikahan ku dan Zaski digelar dengan sederhana dengan hanya mengundang
kerabat-kerabat dekat. Di waktu keberangkatan di Bandara, Soekarna Hatta,
Jakarta ibuk, bapak, adikku Annisa dan Sholeh menangis melepas kepergianku.
Apalagi adikku Sholeh, meskipun dia terkena penyakit syndrome down, tapi dia paham akan arti persaudaraan dan cinta. Aku
melihat air mata yang mengalir dengan ikhlas dari wajah adikku, meskipun dia
belum paham semuanya. Lalu aku lansung memeluk adikku Sholeh. Berat rasanya
meninggalkan semua keluargaku, tapi ini demi cita-cita ku. Sekarang keluargaku
sudah ngak tinggal lagi di kontrakan kecil di Jatinangor, tapi sudah menempati
rumah mewah dua lantai. Akhirnya aku berangkat ke Paris dengan istri Zaski
Amelia Putri. Wahai angin yang berhembus, sekarang aku semakin paham. Inilah
aku yang apa adanya bukan adanya apa. Yang ingin merajut cinta dan membuat mu
bahagia. Namun jurang pemisah diantara kita telah sirna di telan bumi. Sekarang
benih-benih cinta yang telah lama kita semai bakal tumbuh. Ku ingin selama nya
mencintaimu sampai ajal datang menjemputku. Ku ingin selamanya disampingmu
wahai wanita pujaan hati ku. Sekarang aku sedang kuliah S2 di Paris, di tempat
yang sama dengan istri ku Zaski, sekaligus aku bekerja di kedubes RI untuk
Prancis. Satu hal yang ingin aku goreskan diakhir kali adalah cinta yang suci
tak akan pernah memandang status sosial.
SELESAI